Mewujudkan Keadilan Sosial Melalui Skema FSC

Posted By admin on Nov 22, 2024


Bahtera Alam – Pada tahun 1994, lahir Forest Stewardship Council (FSC), sebuah lembaga internasional yang didirikan sebagai tindak lanjut dari Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan (Earth Summit) di Rio de Janeiro pada tahun 1992. FSC hadir dengan misi untuk mengubah tren pengelolaan hutan menjadi lebih berkelanjutan, berfokus pada pemanfaatan yang bertanggung jawab, konservasi, dan restorasi. Pembentukan ini merupakan respons terhadap meningkatnya kekhawatiran global terhadap deforestasi dan degradasi hutan.

Masyarakat Desa Tanjung Padang Kab. Kepulauan Meranti mengikuti pembekalan Skema FSC bersama perkumpulan Bahtera alam pada Juni 2024. (Sumber Foto : Bahtera Alam)

FSC memberikan sertifikasi kepada entitas yang menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan usaha dan hutan, dengan tetap memprioritaskan aspek lingkungan dan sosial. Sertifikasi ini tidak hanya meningkatkan nilai pasar, tetapi juga memperkuat reputasi pemegangnya di mata masyarakat dan mitra usaha.

Salah satu kebijakan penting FSC adalah perubahan cut-off date (batas waktu deforestasi) dari tahun 1994 menjadi tahun 2020, yang disahkan melalui Mosi 37/2021 pada General Assembly FSC di Bali, 9–14 Oktober 2022. Dengan kebijakan ini, perusahaan yang melakukan deforestasi sebelum tahun 2020 tetap memiliki peluang mendapatkan sertifikasi, asalkan mereka memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh FSC.

Saat ini, salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau tengah berupaya untuk mengikuti Skema FSC guna memperoleh sertifikasi tersebut. Sebelum memasuki tahap penilaian oleh FSC, perusahaan diwajibkan menyelesaikan seluruh permasalahan yang timbul selama keberadaannya di wilayah masyarakat. Permasalahan tersebut telah memberikan dampak negatif, baik secara individu maupun komunal, dan hingga kini masih belum terselesaikan sepenuhnya.

Sebagai bagian dari upaya strategis berskala internasional, sertifikasi FSC yang mengacu pada 10 prinsip, 71 kriteria, dan sekitar 205 indikator, menuntut pemenuhan standar tinggi oleh pengelola hutan. Penerapan skema ini menjadi peluang nyata untuk mengimplementasikan praktik keberlanjutan yang sejalan dengan harapan masyarakat, khususnya mereka yang selama ini berjuang mendapatkan kembali hak-hak mereka.

Dari perspektif masyarakat, kebijakan dan aturan yang dihadirkan melalui mekanisme seperti FSC dapat dimanfaatkan sebagai alat perjuangan untuk memperoleh hak-hak mereka secara utuh. Selain itu, skema ini juga membuka peluang untuk merebut kembali hak yang pernah hilang melalui langkah-langkah pemulihan dan perbaikan (remedy and reform) yang terarah dan bermartabat.

Pemulihan dan perbaikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap penting. Langkah pertama adalah melakukan identifikasi awal terhadap korban untuk memahami situasi dan kebutuhan mereka. Selanjutnya, proses perundingan dilakukan dengan prinsip kesetaraan posisi tawar, di mana kedua belah pihak memiliki kedudukan yang sama tinggi. Dalam proses ini, tidak boleh ada pihak yang mendominasi; jika hal tersebut terjadi, perundingan dapat dibatalkan. Hasil perundingan kemudian disepakati bersama oleh kedua belah pihak dengan nilai yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Perkumpulan Bahtera Alam telah menjadi anggota FSC sejak tahun 2022, mewakili kamar sosial. Pada awal tahun 2024, bersama dengan Forest People Program (FPP), Perkumpulan Bahtera Alam menerbitkan sebuah buku panduan berjudul “Memperoleh Keadilan Lewat Kerangka Kerja Remediasi FSC.” Buku ini dirancang untuk membantu masyarakat memahami Skema FSC, khususnya dalam konteks keadilan dan remediasi. Selain itu, Perkumpulan Bahtera Alam juga aktif mensosialisasikan konsep FSC kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan pembelajaran, guna menghindari kesalahpahaman dalam memahami skema tersebut. (ikin/BA)

 

 

21

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *