Kampar, Bahtera Alam – Perjuangan Masyarakat Adat di Kenegerian Kampar untuk mendapatkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan Hutan Adat (HA) dari pemerintah RI telah menginspirasi banyak komunitas adat di Riau secara khusus. Bahkan keberhasilan ini telah juga menginspirasi sejumlah pemerintah daerah dan komunitas adat yang berada di luar wilayah Riau secara luas.
Perjuangan Masyarakat Adat yang didorong oleh Tim Kerja Percepatan dan Penetapan Hutan Adat Kampar (TKP2HAK) telah menginspirasi pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi berkunjung ke Kabupaten Kampar untuk belajar bagaimana tahapan proses pengusulan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat hingga berhasil mendapatkan pengakuan dari negara.
Pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi melalui perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, Pariwisata, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci Jambi, pada Selasa, 23 Mei 2023 melakukan kunjungan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Propinsi Riau.
Agenda kunjungan merupakan bagian dari kegiatan ‘’Kaji Banding,’’ yang ingin mendapatkan informasi dari pengalaman Pemda Kampar dan Masyarakat Adat Kampar terkait pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Ada. Dalam kunjungan Pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi ini, ikut mendampingi Lembaga Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI Jambi.
“Kami sangat berterima kasih kepada DLH Kampar dan tim TKP2HAK yang sudah mau menerima kedatangan kami, terima kasih juga dari pihak KKI Warsi Jambi yang sudah mau membawa dan memfasilitasi kami untuk berkunjung ke Kabupaten Kampar ini,” demikian ungkap Sekretaris Dinas Kabupaten Kerinci Jambi, Asril, dalam kata sambutan di ruang pertemuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar.
Menurut Asril, tujuan kunjungan atau studi banding ini adalah untuk mendapatkan pembelajaran bagaimana tahapan proses pengusulan dilakukan terkait pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat di Kampar, apalagi saat ini pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) soal Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.
Dalam kesempatan pertemuan itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Idrus menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi atas kunjungan kerja yang dilakukan. Menurutnya tahapan pengusulan bisa berhasil karena pemerintah Kabupaten Kampar yang berkolaborasi dengan rekan-rekan NGO yang tergabung dalam tim TKP2HAK, terus mendorong dan mengawal setiap tahapan proses sehingga tujuan pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat ini bisa dicapai.
“Jika kami sendiri yang melakukan proses ini tidak akan bisa cepat selesai, mengingat dalam proses ini ada beberapa hal yang harus didokumentasikan seperti profil Masyarakat Hukum Adat serta wilayah Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat, maka pelibatan para pihak seperti TKP2HAK inilah yang sangat membantu dalam proses-proses percepatan ini,” ujar Idrus.
Di Kampar jelasnya, terdapat 8 komunitas Masyarakat Hukum Adat yang sudah mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Kabupaten Kampar, yaitu Kenegerian Petapahan, Kampa, Rumbio, Kuok, Batu Songgan, Aur Kuning, Gajah Betalut, dan Terusan.
“Sedangkan Hutan Adat yang sudah mendapatkan pengakuan dari negara hanya ada dua Hutan Adat saja yaitu Kenegerian Petapahan dan Kenegerian Kampa, dimana dua Hutan Adat ini berada di kawasan APL,” terang Idrus.
Pada akhir pertemuan, Harry Oktavian dari Bahtera Alam mewakili tim TKP2HAK, menambahkan bahwa di Riau saat ini terdapat 17 komunitas adat yang sudah diakui oleh pemerintah yaitu 8 MHA berada di Kabupaten Kampar, 8 MHA berada di Siak dan 1 MHA berada di Bengkalis.
“Di Kampar 5 kenegerian seperti Batu Songgan, Gajah Betalut, Aur Kuning, dan Terusan itu berada di kawasan Suaka Marga Satwa dan Kenegerian Kuok berada di Cagar Alam Bukit Bungkuk, 5 Kenegerian ini memiliki Hutan Adat yang berada dalam kawasan hutan sehingga diperlukan Perda pengakuan MHA di Kabupaten Kampar,’’ demikian tutup Harry.
Berkunjung ke Hutan Adat Imbo Putui
Rombongan dari pemerintah Kabupaten Kerinci Jambi berkesempatan berkunjung dan berdialog dengan Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA) Imbo Putui Kenegerian Petapahan Kabupaten Kampar, kunjungan Pemkab Kerinci ini adalah untuk melihat kawasan Hutan Adat Imbo Putui dan menyaksikan sendiri bagaimana pengelolaan Hutan Adat serta melihat langsung tegakan pohon-pohon besar di dalam kawasan Hutan Adat masih berdiri kokoh dan dijaga turun temurun secara kearifan tradisional dan berlandaskan pada hukum dan adat istiadat setempat.
Dalam kunjungan ke desa itu, rombongan berkesempatan berdiskusi dengan Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Adat (LPHA) Imbo Putui, Said Faizan Tas’ad dan didampingi Safrul selaku bendahara. Ketua LPHA yang akrab disapa Habib, menjelaskan bahwa menjaga Hutan Adat sungguh banyak tantangan yang dihadapi, seperti gangguan dari perusahaan sawit yang persis berdampingan dengan Hutan Adat Imbo Putui. Selain itu, di hulu Sungai Petapahan juga berdiri perusahaan Hutan Tanaman Industri milik Sinar Mas Group.
Menurut Habib, Hutan Adat Imbo Putui merupakan Hutan Larangan yang diatur dalam adat dan harus dijaga, tidak boleh ada kegiatan perusakan atau eksploitasi hutan. Hutan Adat Imbo Putui saat ini sedang dikelola oleh LPHA yang telah mendapatkan mandat dari Ninik Mamak Kenegerian Petapahan.
“Kami Masyarakat Adat Kenegerian Petapahan merasa terbantu dengan tim TKP2HAK yang memfasilitasi kami mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Kami ini bukan siapa-siapa, tetapi dari merekalah kami banyak dapat informasi dan pengetahuan tentang proses pengakuan ini,” ungkap Habib. Ketua LPHA berharap kepada rombongan agar segera memfasilitasi Masyarakat Hukum Adat di Kerinci Jambi agar segera mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara.
Kehadiran NGO tersebut di Kenegerian Petapahan, jelas Habib, sangat membantu Masyarakat Adat, karena mereka selalu mendampingi dan mendorong bagaimana mengelola sumberdaya alam di dalam kawasan Hutan Adat secara berkelanjutan. Saat ini Masyarakat Adat di Desa Petapahan sudah memiliki Rencana Pengelolaan Hutan Adat (RPHA) Imbo Putui. Dalam RPHA apabila ada pengembangan dalam pengelolaannya, maka masyarakat tinggal merujuk rencana yang sudah disusun bersama-sama. [BA-ASD/BA-MOM]
142