[Oleh : Marzuki] Sembari menikmati kopi yang disajikan oleh Mak Okon di kediamannya, malam itu kami seolah dibawa kembali ke masa silam. Bayangan kenangan Mak Okon yang sudah terbenam dihidupkan kembali lewat kisah-kisah dulu, hingga seakan hadir kembali di depan mata kami. Sebagai seniman tradisional, Mak Okon merajut cerita dari bait-bait kenangan masa lampau, diselingi nyanyian-nyanyian yang menghanyutkan.
Tabik encik due sejoli, terbang kemari due sekawan
Di mana di matahari, di situ di bulan-bulan
Pasang kelong laut Bengkalis, dapat seekor si ikan bilis
Duduk di kursi sambil menulis, patah karang kesahpun habis
Begitu Mak Okon melantunkan syair lagu yang selalu ia bawakan di setiap penampilannya. Lagu berjudul Salam Tabik, sebuah lagu tradisional Suku Akit, selalu hadir dalam acara resmi saat Mak Okon diundang. Suaranya yang merdu dan klasik mengingatkan kami pada penyanyi era 60-an.
Malam itu, kami mendengarkan kisah Mak Okon tentang gurunya dan awal mula segalanya. Kadang ia bercerita dengan penuh semangat, kadang datar, lalu berbisik dengan suara lemah. Semua tergantung pada suasana hati dan kenangan yang ia bagikan kepada kami.
Siapa yang tidak mengenal Mak Okon dari Kepulauan Meranti, seorang budayawan Suku Akit berasal dari Pulau Padang. Ia sering diundang untuk mengisi acara-acara budaya yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pernikahan masyarakat setempat.
Mak Okon, yang lahir di Desa Tanjung Padang pada 4 Desember 1973, memiliki perjalanan hidup yang kaya dalam dunia seni suara dan tari tradisional.
Mak Okon mulai belajar seni sejak usia 15 tahun. Pada masa remajanya, ia mengikuti ritual yang diajarkan oleh datuknya untuk mendapatkan suara yang indah dan merdu. “Mak dulu waktu kecik same datuk Mak disughoh die makan nyenyang (tonggeret), bio melengking (tinggi) dan cantik suarenye tu nak waktu menyanyi,” ungkapnya. jelasnya. Nyenyang yang telah dikeringkan dimakan setiap bulan purnama hingga waktu yang ditentukan oleh datuknya. Ritual ini adalah salah satu cara untuk memperoleh suara yang bagus.
Seperti pepatah lama yang mengatakan, “jika tidak dipecah ruyung, di mana boleh mencapat sagu.” Setiap usaha pasti memerlukan perjuangan, dan setiap perjuangan akan membuahkan hasil. Pada 11 Agustus 2023, Mak Okon bersama 14 tokoh dan pelaku budaya dari Provinsi Riau – ia satu-satunya dari Kepulauan Meranti – menerima Penghargaan Anugerah Budaya dari Gubernur Riau. Mak Okon diakui atas jasanya dalam melestarikan nyanyian adat dan joget Tanjung Padang dari Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kebahagiaan dan pelajaran yang didapat sepanjang hidupnya terbayar dengan penghargaan yang diterima oleh Mak Okon. Namun, ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal bagi generasi muda Suku Akit di Kepulauan Meranti untuk terus melestarikan budaya mereka.
Ditulis oleh : Marzuki/Editor : Mom.BA
28