Jejak Suku Akit dan Hutan Mangrove: Harmoni di Pesisir Meranti

Posted By admin on Jan 28, 2025


BAHTERA ALAM – Di pesisir timur Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Kepulauan Meranti, terbentang ekosistem mangrove yang luas dan vital. Bukan hanya sebagai pelindung alami dari abrasi dan badai laut, hutan mangrove di wilayah ini juga menjadi ruang hidup dan sumber penghidupan bagi Suku Akit — salah satu komunitas adat tertua di daerah pesisir Sumatra bagian timur.

Suku Akit dikenal sebagai masyarakat pesisir yang bergantung sepenuhnya pada kekayaan alam, terutama hutan bakau yang menghampar di sepanjang pantai, muara, dan aliran sungai. Hubungan mereka dengan mangrove bukan sekadar eksploitasi sumber daya, melainkan bentuk keterikatan kultural dan ekologis yang diwariskan turun-temurun.

Mangrove dalam Kehidupan Sehari-hari Suku Akit

Salah satu bentuk utama pemanfaatan mangrove oleh Suku Akit adalah pengambilan kayu, khususnya dari jenis Rhizophora spp. yang dikenal kokoh dan padat. Kayu ini biasanya digunakan untuk:

Menariknya, penebangan kayu dilakukan dengan prinsip selektif dan beretika. Warga Akit hanya menebang pohon-pohon yang dianggap “matang”, meninggalkan pohon muda dan bibit untuk regenerasi. Mereka juga menerapkan teknik potong miring agar tidak merusak tanaman di sekitarnya. Ini merupakan bentuk nyata dari praktik konservasi berbasis kearifan lokal.

Selain kayunya, hutan mangrove juga menyimpan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK). Beberapa bagian yang dimanfaatkan antara lain:

Mangrove Sebagai Lumbung Pangan

Hutan mangrove adalah habitat alami berbagai jenis biota laut. Di sinilah Suku Akit mencari sumber protein harian:

Kegiatan ini tidak hanya sebagai cara bertahan hidup, tapi juga mencerminkan keseimbangan sosial-ekologis. Ada aturan tidak tertulis di masyarakat Akit yang melarang menangkap biota laut secara berlebihan, serta kepercayaan untuk melepas ikan-ikan kecil sebagai bentuk penghormatan kepada alam.

Silvofishery: Jalan Tengah Konservasi dan Ekonomi

Pola budidaya ramah lingkungan yang disebut silvofishery mulai diterapkan di sejumlah wilayah Meranti, termasuk oleh masyarakat Akit. Dalam sistem ini, tambak kepiting atau ikan dikelola di tengah hutan mangrove tanpa menebang pohon. Dengan cara ini, ekosistem tetap lestari dan masyarakat tetap mendapatkan penghasilan.

Program ini didorong oleh pemerintah bersama organisasi/lembaga lainnya dengan pendekatan perhutanan sosial. Melalui skema ini, komunitas adat seperti Suku Akit diberi hak kelola hutan mangrove secara legal, disertai pelatihan dan bantuan untuk mengembangkan produk turunan mangrove secara berkelanjutan.

Sayangnya, hubungan harmonis ini tidak tanpa tantangan. Keberadaan pabrik arang berskala besar di luar komunitas mengakibatkan eksploitasi berlebihan. Kayu mangrove ditebang dalam jumlah masif tanpa memperhatikan regenerasi, menyebabkan abrasi, kerusakan habitat, dan penurunan populasi biota laut.

Suku Akit, yang sebelumnya hidup cukup dari hasil laut dan hutan, kini terdesak. Upah mereka sebagai pemanen kayu atau pekerja arang pun sangat rendah, hanya sekitar Rp 13.000 per hari, sementara harga kayu dibeli murah oleh pengepul (sekitar Rp 150/kg). Ini mencerminkan ketimpangan distribusi manfaat yang harus segera diatasi melalui kebijakan adil dan berpihak pada masyarakat adat.

Di sisi lain, gelombang harapan muncul dari penguatan peran masyarakat adat dalam tata kelola hutan. Program perhutanan sosial, pendampingan pengolahan HHBK, dan edukasi konservasi berbasis komunitas menjadi langkah nyata yang dapat menjembatani kelestarian lingkungan dan kesejahteraan Suku Akit.

Mangrove bukan sekadar hutan bagi Suku Akit. Ia adalah rumah, sumber kehidupan, dan warisan leluhur. Di tengah perubahan zaman dan tekanan ekonomi, kearifan lokal mereka menjadi fondasi penting bagi upaya konservasi berkelanjutan. Melindungi mangrove berarti melindungi identitas, budaya, dan masa depan Suku Akit — sekaligus menjaga ekosistem penting bagi kita semua. [mom/BA]

10

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *