Bahtera Alam, Selatpanjang – Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki hak atas pengakuan dan perlindungan, sebagaimana diamanatkan dalam berbagai regulasi nasional dan internasional. Namun, dalam praktiknya, proses pengakuan dan perlindungan MHA sering kali mengalami kendala, baik dari aspek administrasi, kebijakan, maupun keterbatasan pemahaman dan kapasitas pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut.
Di Kabupaten Kepulauan Meranti, telah dibentuk panitia MHA (Keputusan Bupati Kepulauan Meranti No. 176/HK/KPTS/III/2024) yang bertugas untuk memfasilitasi pengakuan dan perlindungan MHA. Panitia ini umumnya terdiri dari berbagai instansi/dinas terkait di bawah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, yang memiliki peran penting dalam memastikan proses pengakuan berjalan secara sistematis dan sesuai regulasi. Selain itu, keterlibatan perwakilan MHA dalam proses ini juga menjadi aspek krusial, agar kepentingan dan perspektif masyarakat adat dapat terakomodasi dengan baik.
Salah satu keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam proses ini adalah kemampuan dalam berinteraksi dengan masyarakat adat, pemerintah daerah, maupun pihak lainnya. Dialog yang baik akan memungkinkan panitia MHA untuk membangun pemahaman bersama, menjembatani kepentingan berbagai pihak, serta mencapai kesepakatan yang berkeadilan.
Perkumpulan Bahtera Alam pada Senin, 17 Maret 2025, mengadakan Pelatihan Penguatan Panitia Masyarakat Hukum Adat dalam Mendorong Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Pelatihan ini tidak hanya ditujukan bagi panitia MHA yang terdiri dari instansi/dinas terkait, tetapi juga melibatkan perwakilan MHA, sehingga kedua pihak dapat memiliki pemahaman yang sama dalam menghadapi berbagai tantangan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Drs. Asroruddin, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kepulauan Meranti, Fajar, Kabid Pemberdayaan Ekonomi Desa dan Lembaga Desa dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kepulauan Meranti, dan peserta pelatihan yang terdiri dari perwakilan dinas/instansi yang terdaftar sebagai Panitia MHA sesuai SK Bupati Kabupaten Kepulauan meranti.
Selain itu hadir pula perwakilan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Suku Akit (LPMSA), Perwakilan MHA dari Desa Sonde, dan Perwakilan MHA dari Desa Bungur.
Drs. Asroruddin yang membuka kegiatan ini, mengapresiasi Perkumpulan Bahtera Alam yang sudah mau dan banyak membantu melakukan dokumentasi terhadap Masyarakat Adat yang ada di Kepulauan Meranti khususnya Suku Akit, melalui Studi Identifikasi MHA Suku Akit di Kepulauan Meranti.
Selain itu, Kepala dinas juga mengapresiasi atas terbitnya buku bacaan “Semburat Akit – Melukis Cerita di Kepulauan Meranti.” Pada kesempatan yang sama, Direktur Perkumpulan Bahtera Alam Harry Oktavian berkesempatan menyerahkan buku dimaksud secara langsung kepada Asroruddin.
Dalam kata pengantarnya saat membuka pertemuan, Kepala Dinas menyampaikan bahwa kegiatan ini bisa menjadi kesempatan masing-masing panitia MHA yang ditunjuk untuk mendapatkan wawasan dan saling memberikan masukan, agar pertemuan demi pertemuan akan menghasilkan sesuatu yang bisa menjadi implementasi atas tindak lanjut dari peraturan daerah yang sudah diterbitkan, seperti Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Keputusan Bupati Kepulauan Meranti No. 176/HK/KPTS/III/2024 tentang panitia MHA yang bertugas untuk memfasilitasi pengakuan dan perlindungan MHA.
Sementara itu, direktur Bahtera Alam Harry Oktavian, dalam pemaparannya berjudul “Upaya Penghormatan dan Perlindungan MHA di Riau,” berkesempatan memperkenalkan organisasi Perkumpulan Bahtera Alam sebagai sebuah organisasi non-pemerintah yang 7 tahun belakangan aktif dan banyak bekerja memfasilitasi mendorong kelompok-kelompok masyarakat adat untuk mendapatkan perlindungan dan pengakuan dari negara.
Fajar, Kabid Pemberdayaan Ekonomi Desa dan Lembaga Desa dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kepulauan Meranti, mengungkapkan bahwa awal pertama sekali bergerak terkait mendorong pengakuan dan perlindungan MHA ini adalah terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Perda ini sendiri adalah inisiatif dari DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, dan juga didorong oleh komunitas dari Suku Akit (Suparjo dan kawan-kawan).
“Pada akhir 2022, DPMD ada sekitar dua kali mengikuti pertemuan/rapat pansus bersama dewan terkait perda MHA, dan perdanya ditetapkan pada awal tahun 2023, dan menjadi satu-satunya Perda di Provinsi Riau yang berisi tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA,” terang Fajar.
Kegiatan yang dilaksanakan di ruang pertemuan Hotel AKA Meranti ini, diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab. [mom/BA]
