Bahtera Alam – Masyarakat adat di Nusantara telah eksis jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia. Komunitas-komunitas ini tumbuh dengan ciri khas budaya, adat istiadat, bahasa, dan hukum yang unik serta beragam, mencerminkan kekayaan peradaban lokal yang tersebar di seluruh kepulauan. Mereka memiliki sistem pengelolaan sumber daya alam, pemerintahan adat, dan nilai-nilai sosial yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bagian integral dari identitas mereka.
Sebelum kedatangan kolonialisme, masyarakat adat memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya, menjalankan kehidupan yang harmonis dengan alam. Wilayah-wilayah ini diatur berdasarkan hukum adat yang diciptakan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan, yang berfungsi sebagai aturan sosial sekaligus peraturan ekologis. Kolonialisme kemudian berusaha menguasai tanah dan kekayaan alam ini, namun masyarakat adat tetap berjuang mempertahankan hak-hak dan identitas mereka.
Ketika Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945, masyarakat adat tetap memegang teguh warisan budaya dan kearifan lokal yang selama ini mereka jaga. Meski tak semua mendapatkan pengakuan eksplisit dalam konstitusi awal, masyarakat adat terus memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka. Perjuangan ini menunjukkan bahwa eksistensi masyarakat adat bukan hanya bagian dari sejarah pra-kemerdekaan, tetapi juga menjadi bagian penting dari perjalanan panjang bangsa Indonesia hingga saat ini. Pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat telah mendapat perhatian lebih dalam era modern, meskipun tantangan masih terus ada.
Eksistensi masyarakat adat yang telah ada sebelum Indonesia merdeka menjadi bukti nyata bahwa Nusantara adalah rumah bagi berbagai budaya dan peradaban yang kaya. Mereka bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga bagian dari masa depan bangsa, menjaga hubungan harmonis dengan alam serta mempertahankan keberlanjutan sumber daya alam demi generasi mendatang.
Pada tahun 2023 hingga 2024, Perkumpulan Bahtera Alam telah melakukan sejumlah kegiatan lapangan yang membantu Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk melindungi hak dan mata pencaharian mereka melalui studi identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di wilayah MHA Suku Sakai Bathin Sobanga di Desa Kesumbo Ampai Kabupaten Bengkalis dan MHA Suku Asli Anak Rawa di Kampung Adat Penyengat Kabupaten Siak.
Pendekatan NKT dikembangkan oleh Forest Stewardship Council (FSC) pertama kali pada tahun 1999 dengan memperhatikan nilai-nilai biologis, ekologis, sosial, dan budaya yang dianggap penting di tingkat nasional, regional, dan global yang berada di dalam wilayah yang berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Melalui kegiatan ini, MHA dan lingkungan sekitar mendapatkan manfaat yang berkelanjutan dari pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan berorientasi pada pelestarian. Pendekatan NKT ini juga digunakan sebagai sertifikasi pengelolaan hutan yang mana keberadaannya bermanfaat untuk mengidentifikasi dan mengelola nilai-nilai lingkungan dan sosial dalam lanskap produksi.
Tujuan kegiatan studi identifikasi NKT ini adalah untuk melihat sejauh mana MHA memahami kondisi dari wilayah mereka, kemudian apa saja perencanaan terkait pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia di dalam wilayah itu sendiri. Selanjutnya memberi pemahaman dan kesadaran para pihak (MHA, perusahaan, dan pemerintah) dalam pemanfaatan sumber daya alam tanpa harus menghilangkan eksistensi wilayah yang teridentifikasi NKT. Kemudian daripada itu, untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh para pihak di dalam wilayah yang memiliki NKT tidak memberikan dampak yang negatif kepada keanekaragaman hayati. Karena menjaga dan melestarikan wilayah yang memiliki NKT tidak hanya dilakukan oleh MHA. Peran pemerintah dan pihak lainnya juga sangat dibutuhkan agar dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan lestari.
Oleh : Marzuki (BA)
12