Seberapa Mendesak Pengesahan RUU Masyarakat Adat?

Posted By admin on May 31, 2025


Oleh Tim Kompas. 28 Mei 2025 08:00 WIB • Nasional. Tanpa undang-undang ini, masyarakat adat akan terus berada di bawah bayang-bayang ancaman perampasan wilayah dan ketimpangan sosial yang makin dalam.

Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat menjadi urgensi yang tak bisa ditunda lagi. Selama lebih dari satu dekade, tepatnya 12 tahun, masyarakat adat terus hidup dalam ketidakpastian hukum, terpinggirkan oleh regulasi sektoral, dan mengalami konflik agraria tanpa perlindungan yang layak. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 telah menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan.

Masyarakat adat bukan hanya penerus budaya, tetapi juga penjaga alam. Melalui praktik tradisional seperti sasi lompa, pasang ri kajang, dan lubuk larangan, mereka telah menjaga keseimbangan ekosistem dan menjadi garda terdepan ketahanan pangan lokal.

Sayangnya, peran penting ini belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. RUU Masyarakat Adat akan menjadi payung hukum yang memungkinkan negara mengakui dan melindungi praktik hidup lestari tersebut.

Lebih dari sekadar pengakuan simbolik, pengesahan RUU Masyarakat Adat akan memperkuat keadilan agraria dan identitas budaya Indonesia. Ini bukan hanya soal hak atas tanah atau sumber daya, melainkan juga penghormatan terhadap entitas hukum dan sosial yang telah ada jauh sebelum negara terbentuk.

Tanpa undang-undang ini, masyarakat adat akan terus berada di bawah bayang-bayang ancaman perampasan wilayah, kehilangan budaya, dan ketimpangan sosial yang makin dalam.

Apa yang dapat Anda pelajari dari artikel ini:

Mengapa RUU Masyarakat Adat penting diundangkan?
Apa kaitan masyarakat adat dengan pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan?
Mengapa RUU ini penting untuk menjamin keadilan agraria dan identitas budaya?
Apa tantangan utama dalam pengesahan RUU ini?
Apa dampak positif jika RUU Masyarakat Adat disahkan?

Mengapa RUU Masyarakat Adat penting diundangkan?

Masyarakat adat di Indonesia selama ini menghadapi berbagai bentuk ketidakadilan hukum. Meskipun Putusan MK No 35/PUU-X/2012 telah menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara, realitas di lapangan belum menunjukkan perlindungan nyata. Tanpa undang-undang khusus, masyarakat adat tetap rawan mengalami perampasan tanah, penggusuran, hingga kriminalisasi.

Warga Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Jambi, 3 Desember 2014, melintasi jalan setapak menuju ladang dan hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Perkebunan campuran atau agroforestri yang diterapkan masyarakat ini mendapat sumber air yang dipasok dari hutan adat setempat. KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Lebih dari 26,9 juta hektar wilayah adat telah teregistrasi, tetapi hanya 14 persen yang diakui secara formal oleh negara. Hal ini mencerminkan ketimpangan antara pengakuan hukum dan kebutuhan nyata perlindungan. UU Masyarakat Adat diharapkan menjadi dasar hukum yang kokoh agar pengakuan tidak hanya bersifat administratif, tetapi berdampak pada perlindungan nyata di lapangan.

RUU Masyarakat Adat juga penting untuk menjembatani ketimpangan antar-regulasi sektoral yang sering kali tumpang tindih dan merugikan masyarakat adat, seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja.

Apa kaitan masyarakat adat dengan pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan?

Masyarakat adat mempraktikkan nilai dan budaya hidup yang selaras dengan kelestarian alam. Sistem tradisional seperti sasi lompa di Maluku, pasang ri kajang di Sulawesi Selatan, dan lubuk larangan di Riau menunjukkan bagaimana masyarakat adat melindungi sumber daya alam dengan pendekatan ekologis.

ikan lompa tangkapan warga Desa Haruku, Pulau Haruku, Maluku Tengah, Maluku, yang dipanen saat sasi (larangan adat) dicabut, 29 September 2018. Aturan adat ini diberlakukan agar pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Dalam konteks krisis iklim global dan ancaman ketahanan pangan, praktik masyarakat adat terbukti menjaga keanekaragaman hayati, mencegah kebakaran hutan, dan melestarikan sistem pangan lokal. Sayangnya, nilai-nilai ini justru sering terpinggirkan oleh ekspansi industri dan kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan.

Dengan mengundangkan RUU ini, negara dapat mengadopsi sistem ekologis lokal sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan nasional, sekaligus memperkuat ketahanan pangan dari akar rumput.

Mengapa RUU ini penting untuk menjamin keadilan agraria dan identitas budaya?

Banyak wilayah adat yang telah digarap turun-temurun tiba-tiba berubah status menjadi milik negara atau kawasan konsesi korporasi. Hal ini menimbulkan konflik sosial dan ketimpangan agraria. Dalam beberapa kasus, masyarakat adat bahkan menjadi korban kekerasan saat mempertahankan tanah leluhur mereka.

Komunitas adat Orang Rimba tak dapat menghuni 43 rumah bantuan yang telah dibangun Kementerian Sosial karena keberadaannya ditolak oleh penduduk desa. Rumah-rumah itu hingga kini terbengkalai dan sebagian besar atapnya dicuri, seperti terlihat di Merangin, Jambi, 20 November 2018. KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

RUU Masyarakat Adat memuat substansi penting tentang hak atas tanah, sumber daya alam, hukum adat, dan otonomi budaya. Hak-hak tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia dan telah dijamin dalam UUD 1945, khususnya Pasal 18B dan 28I.

Tanpa pengakuan hukum yang jelas, eksistensi masyarakat adat sebagai entitas budaya, hukum, dan politik menjadi rentan tergerus. Padahal, identitas budaya mereka merupakan bagian penting dari keberagaman dan keutuhan bangsa.

Apa tantangan utama dalam pengesahan RUU ini?

Selama 15 tahun, RUU ini telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tetapi belum kunjung disahkan. Kendala utamanya adalah tarik ulur kepentingan politik dan resistensi dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem hukum sektoral saat ini.

Imum Mukim Beungga, Ilyas (pakai peci), menunjukkan kawasan hutan lindung di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, yang akan diusulkan sebagai hutan adat, 14 Februari 2023. KOMPAS/ZULKARNAINI

Selain itu, pendekatan negara yang lebih fokus pada ”pengakuan administratif” tanpa perlindungan aktif sering kali menimbulkan kekosongan hukum. Menurut akademisi Yance Arizona, perlindungan terhadap masyarakat adat seharusnya menjadi kewajiban negara, bukan sekadar pengakuan simbolik.

RUU ini juga membutuhkan partisipasi bermakna dari masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas adat agar tidak berhenti sebagai regulasi elite, tetapi mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat di akar rumput.

Apa dampak positif jika RUU Masyarakat Adat disahkan?

Pengundangan RUU ini akan memberikan kepastian hukum bagi sekitar 70 juta warga masyarakat adat di Indonesia. Dengan adanya UU ini, akan tersedia mekanisme yang sah untuk mengakui dan melindungi wilayah adat, mencegah kriminalisasi, dan menguatkan kelembagaan adat.

INFOGRAFIS : HANS KRISTIAN

RUU ini juga akan membuka jalan bagi harmonisasi kebijakan lintas sektor yang selama ini merugikan masyarakat adat. Dari sisi pembangunan nasional, keberadaan UU ini akan memperkuat agenda keadilan ekologis, pemberdayaan komunitas lokal, dan pembangunan inklusif berbasis kearifan lokal.

Pada akhirnya, RUU Masyarakat Adat bukan hanya instrumen hukum, melainkan juga jembatan untuk menghormati sejarah, menjaga ekosistem, dan memperkuat kedaulatan bangsa dari tingkat komunitas.

Sumber :
https://www.kompas.id/artikel/seberapa-mendesak-pengesahan-ruu-masyarakat-adat

10

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *