[Oleh : Marzuki] – Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman sistem hukum karena masyarakat Indonesia berasal dari berbagai suku, agama, dan ras yang berbeda-beda. Ada beberapa hukum berlaku seperti hukum positif yang ditetapkan oleh negara, hukum agama, dan hukum adat. Namun dalam praktiknya, masyarakat Indonesia masih banyak menerapkan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.
Provinsi Riau adalah rumah bagi Suku Melayu Tua (Proto Melayu) yang tersebar dari daratan Riau hingga pesisir. Sebut saja Suku Talang Mamak, Suku Petalangan, Suku Akit, Suku Asli, Suku Hutan, Suku Laut, dan Suku Sakai. Berbagai suku ini masih eksis hingga saat ini, karena mereka masih menjaga tradisi dan budaya yang dipayungi oleh hukum adat mereka masing-masing.
Suku Sakai salah satu suku tua yang mendiami daratan Riau dan terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Bathin Nan Solapan dan Bathin Nan Limo. Suku Sakai Bathin Sobanga merupakan bagian dari kelompok Bathin Nan Solapan, di mana wilayah adat Bathin Sobanga melingkupi tiga wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Suku Sakai Bathin Sobanga dipimpin oleh seorang Bathin (pemimpin adat) yang merupakan pucuk adat dari Suku, ia adalah pemimpin spiritual dan adat istiadat. Peran bathin pada masyarakat Suku Sakai sangat sentral, setiap kegiatan Masyarakat Adat yang bersangkut paut dengan sosial, ekonomi, dan politik harus mendapat persetujuan darinya. Dalam menjalankan tugas seorang Bathin dibantu oleh wakil, mereka menyebutnya dengan Tungkek nan Ompek (Empat Wakil Bathin) yang memiliki peran masing-masing. Tungkek Nan Ompek tersebut adalah 1) Uwang Sao, 2) Datuk Manao, 3) Ajung Kayo, dan 4) Juu Panteh. Setiap persoalan/masalah menyangkut dengan persoalan Hukum Adat akan disidangkan di rumah adat dan dihadiri oleh pemangku Suku Sakai, sidang dipimpin oleh Datuk Bendao sebagai Hakim Adat.
Berikut adalah bentuk Hukum Adat yang ditegakkan terhadap kesalahan dan pelanggaran :
1) Jika kesalahan Kecil. Pelaku dipanggil oleh Bathin dan diingatkan tentang kesalahannya agar ke depan tidak lagi melakukan hal yang sama atau dalam istilah Sakai “habis sebatas gulo kopi” (hanya sebatas gula dan kopi). Maksudnya yang melakukan kesalahan dipanggil ke rumah Bathin atau Rumah Adat, lalu didudukkan dan sambil minum kopi diberi nasehat.
2) Jika kesalahan Sedang. Contohnya menebang kayu kecil sebatang di dalam hutan atau dalam istilahnya “laghe sebatang.” Ini merupakan kesalahan yang termasuk melanggar “semangek imbo” (semangat dalam menjaga hutan), hukumnya berupa “habis di makan minum.” Artinya adalah yang berbuat kesalahan dipanggil oleh Bathin lalu didudukkan bersama di rumah Bathin atau rumah adat, diberi makan dan minum sambil dinasehati bahwa kesalahan ini tidak bisa ditolerir lagi dan menjadi pengawasan orang banyak.
3) Jika kesalahan Besar. Pelaku akan dikenakan denda berupa hewan kaki empat seperti kerbau.
4) Jika kesalahan Sangat Besar. Pelaku kejahatan akan diantar keluar dari kampung atau diusir dari kampung.
Selain denda berupa kerbau, kesalahan besar juga dikenakan denda berupa satuan emas. Artinya kesalahan yang dilakukan oleh seseorang dan pelakunya tidak bisa diberi pengajaran, maka dendanya bernilai satu emas. Harganya disamakan dengan harga emas yang berlaku saat pelaku melakukan kejahatan.
Ditulis oleh : Marzuki/Editor : Mom.BA
17