Bahtera Alam, Selatpanjang – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kebanggaan dengan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) No.1 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, yang merupakan Perda kabupaten pertama di Riau untuk perlindungan dan pangakuan Masyarakat Adat. Wujud nyata Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap penghormatan Masyarakat Hukum Adat ini harus kita munculkan supaya orang Suku Akit memiliki kehidupan yang setara dengan suku-suku lainnya. Demikian kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kepulauan Meranti Asrorudin.
“Di samping itu perlu juga kami sampaikan kepada rekan-rekan maupun kepada kepala-kepala OPD terkait yang ada dalam SK (Surat Keputusan Panitia Masyarakat Hukum Adat_red) tersebut, mari kita sama-sama membantu untuk bagaimana nanti bisa Perda ini bisa tersosialisasikan di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan judul yang di depan kita,” ujar Asrorudin saat memberikan pengantar dalam pertemuan bertajuk Penguatan Kapasitas Panitia Masyarakat Hukum Adat dan Sosialisasi Identifikasi Masyarakat Hukum Adat di Aula Kantor Bupati Kepulauan Meranti.
Bahtera Alam pada Selasa, 4 Juni 2024 mengikuti pertemuan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Pertemuan bertajuk Penguatan Kapasitas Panitia Masyarakat Hukum Adat dan Sosialisasi Identifikasi Masyarakat Hukum Adat ini, menghadirkan enam perwakilan masyarakat hukum adat Suku Akit dari sejumlah desa yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Meranti. Selain itu, sejumlah camat dan OPD juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Acara ini selain melakukan konsolidasi dan penguatan kapasitas Panitia Masyarakat Hukum Adat, peserta juga mendengarkan pemaparan yang disampaikan oleh Bahtera Alam tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan hasil Studi Identifikasi Masyarakat Suku Akit di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Diketahui bahwa penunjukan Panitia berlandaskan Surat Keputusan Bupati Kepulauan Meranti Nomor 176/HK/KPTS/III/2024 tentang Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kepulauan Meranti, merupakan tahap lanjutan atau implementasi atas terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Dalam kesempatan yang sama, Plt. Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdakab Kepulauan Meranti, Drs. Muhammad Mahdi, membuka acara pertemuan didampingi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kepulauan Meranti Asrorudin.
Asisten I, Mahdi mengucapkan terima kasih kepada Bahtera Alam karena telah bekerjasama dengan Dinas PMD dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Kemudian ia menyebutkan bahwa Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang disahkan oleh Bupati Kepulauan Meranti ini, patut mendapat pujian karena peraturan ini menjadi yang pertama di Provinsi Riau dan menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam melindungi hak-hak Masyarakat Adat.
“Jadi di Riau ini patut mendapat pujian Meranti yang sudah punya Perda komplit seperti ini, di Kampar dan di daerah lain malah belum ada, walaupun mereka sudah berjalan timnya,” ungkap Mahdi.
Proses untuk mendapatkan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat harus melalui sejumlah tahapan, mulai tahap identifikasi, melengkapi dokumen, melakukan verifikasi hingga ke tahap validasi. Jika semua tahapan ini berhasil dilalui maka Pengakuan MHA khususnya bagi Suku Akit akan bisa dilegitimasi.
“Pada intinya ini kita akan “mengorek” melakukan sistem verifikasi nanti di lapangan dan nanti divalidasi oleh tim dan sebagainya sampai keputusan akhir nanti yang namanya Masyarakat Hukum Adat ini. Saya juga yakin seyakin-yakinnya Masyarakat Hukum Adat ini sudah ada bahkan mulai dari zaman negeri ini belum berdiri, belum merdeka. Jadi sepatutnya pemerintah itu melegitimasi bahkan pengakuan dari pemerintah bahwa hukum adat itu ada walaupun tidak tertulis, tambahnya.
Di Meranti menurut Mahadi, semua kecamatan yang ada Kepulauan Meranti ada Suku Akitnya, karena ia memang pernah melakukan pemetaan sosial di wilayah ini bersama salah seorang Dosen dari UNRI melakukan survei suku asli. Kata Mahadi, tentang Suku asli Kepulauan Meranti sudah pernah diseminarkan hingga ke tingkat internasional.
“Jadi tentu kami atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Meranti, sangat mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan, melalui NGO-nya mau hadir di Meranti bekerjasama dengan DPMD. Coba bayangkan, bagaimana sulitnya Meranti ditempuh di lokasi terpencil-pencil, Perkumpulan Bahtera Alam hadir bahkan membantu Meranti, dengan Meranti sama sekali tidak menanggung biaya,” puji Mahadi.
Akhir sesi membuka acara oleh Asisten I, dilakukan penyerahan secara simbolis laporan Hasil Studi identifikasi MHA Suku Akit dari Bahtera alam kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Harry Oktavian menyerahkan laporan tersebut kepada Sekretaris Daerah yang diwakili oleh Drs. Muhammad Mahdi, dan selanjutnya dilakukan sesi foto bersama.
Bahtera Alam dan Isu Masyarakat Adat
Fajar selaku Kabid Pemberdayaan Ekonomi Desa dan Lembaga Desa dari Dinas PMD, menyebutkan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 tersebut, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) merupakan sekretariat yang berfungsi mengarahkan dalam pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat ini.
“Seperti yang disampaikan tadi bahwa kami pun dari Dinas PMD selaku kalau berdasarkan Perda tersebut merupakan sekretariat sebagai leading untuk melakukan pemberdayaan MHA, dan kamipun masih terkaget-kaget juga karena Perdanya baru, baru disahkan, kemudian kawan-kawan dari Bahtera Alam ini inisiatif datang ke kami, dan kami langsung melakukan kerjasama untuk proses identifikasi awal. Di mana yang disampaikan tadi, di Perda kita melakukan identifikasi terlebih dahulu, kemudian melakukan validasi verifikasi, baru terakhir itu adalah penetapan. Untuk itu kita juga di sini masih blank, seperti apa sih panitia itu, makanya pada hari ini, Pak harry akan menyampaikan pengetahuan kita untuk tentang panitia MHA,” demikian terang Fajar.
Setelah sekilas dari Fajar, pada sesi berikut, Direktur Eksekutif Bahtera Alam menjelaskan profil Bahtera Alam dan memaparkan materi terkait Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Menurut Harry, selama 6 tahun terakhir Bahtera Alam telah bekerja dalam isu terkait Masyarakat Adat di Riau. Bahtera Alam merupakan satu organisasi yang independen, dan dalam berkegiatan membantu masyarakat mendapatkan pengetahuan dalam memperkuat diri masyarakat serta pengakuan.
“Bahtera Alam dalam setahun ini telah bolak balik ke Meranti untuk mendukung pemerintah daerah dalam pengakuan Masyarakat Adat. Di sisi lain Bahtera Alam membawa isu hak Masyarakat Adat dalam pertemuan nasional agar ada perhatian terhadap isu Masyarakat Adat dan lingkungan di Riau,” ungkap Harry.
Bahtera Alam terang Harry, adalah organisasi yang secara independen dan mandiri memiliki fokus terkait dengan isu-isu lingkungan dan isu-isu sosial, di mana Bahtera Alam saat ini mendorong program pemerintah yaitu Perhutanan Sosial, di mana pemerintah/KLHK memberi akses legal kepada masyarakat dalam pengelolaan kawsan hutan.
“Karena kita tahu di Riau ada 1,3 juta Ha kawasan hutan yang akan diberikan akses kelola kepada masyarakat di Riau secara legal oleh KLHK. Ini menjadi salah satu urgensi atau kepentingan kami ingin memastikan Masyarakat Adat harus mendapatkan pengakuan dulu sebelum terlibat dalam proses mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan kehutanan tadi,” ujar Harry.
Setelah Harry, pemaparan berikutnya disampaikan oleh Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi Bahtera Alam, Mu’ammar Hamidy. Ia menyampaikan soal hasil Studi Identifikasi Masyarakat Hukum Adat Suku Akit di Kepulauan Meranti. Studi ini telah dilakukan sejak Juli 2023 yang lalu, dan menjadi salah satu dokumen penting pelengkap, untuk memenuhi syarat dan kriteria pengajuan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Suku Akit. Sesi diakhiri dengan diskusi dan tanya jawab, dan saling memberi masukan untuk kesempurnaan laporan studi yang telah dilakukan.
Peluang Pengakuan MHA Terbuka Lebar
Jalan untuk bisa mencapai pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat semakin terbuka lebar, pemerintah RI pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo mendukung dengan baik terhadap implementasi peraturan-peraturan dan regulasi terkait Masyarakat Hukum Adat (MHA). Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang cukup besar dalam mendorong pengakuan Masyarakat Adat yang tersebar di berbagai wilayah di nusantara.
Melihat besarnya peluang untuk mendapatkan pengakuan MHA tersebut, pada Januari tahun 2023 Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Peraturan Daerah ini menjadi Peraturan Daerah pertama yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten yang ada di Riau.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tentunya tidak bisa berjalan sendiri untuk mewujudkan dan mengimplementasikan Peraturan Daerah tersebut, perlu dorongan dan kerja-kerja konkrit yang berkolaborasi dengan parapihak agar peluang untuk mendapatkan pengakuan MHA bisa terlaksana dengan baik.
Masyarakat Adat Suku Akit atau Suku Asli yang tersebar di sejumlah wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, saat ini merupakan kelompok komunitas yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Meranti. Tidak banyak riset atau studi yang merekam sebaran dan identifikasi Suku Akit di wilayah ini, namun peluang untuk mengangkat derajat Suku Akit sebagai Masyarakat Hukum Adat yang berdaulat menjadi terbuka sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2023 sebagaimana dijelaskan di atas.
Pada 7 Juni 2023, Perkumpulan Bahtera Alam dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kepulauan Meranti menandatangani
Kesepahaman Bersama (MoU) tentang Dukungan Terhadap Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Suku Akit di Kabupaten Kepulauan Meranti. Lembar
dokumen ini menjadi langkah awal untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Melakukan penelitian atau studi identifikasi menjadi salah satu tahapan yang turut berkontribusi dalam memperkuat dorongan pengakuan MHA dengan mendokumentasikan kehidupan dan kearifan lokal Suku Akit.(mom/BA)