Bele Kampung, Jaga Nafas Leluhur Suku Akit di Tanjung Padang

Posted By admin on Oct 21, 2025


Bahtera Alam. Di sebuah desa di pesisir timur Riau, suara doa dan denting irama tradisi masih menggema saban tahun. Masyarakat Hukum Adat Suku Akit di Desa Tanjung Padang menyebutnya Bele Kampung, sebuah ritual sakral yang diwariskan turun-temurun sebagai penanda hubungan manusia dengan alam dan leluhur. Tahun ini, kegiatan Bele Kampung dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2025 dimulai dari pagi hingga malam menjelang pukul 22.00 WIB.

Bagi masyarakat Suku Akit, Bele Kampung bukan sekadar tradisi, melainkan bagian dari identitas dan jati diri. Upacara ini menjadi pengingat tentang pentingnya keseimbangan hidup, rasa hormat pada leluhur, serta upaya menjaga harmoni antarwarga. Setiap tahunnya, warga Tanjung Padang bersama-sama menyiapkan perlengkapan upacara seperti ancak, sesaji, dan berbagai bahan ritual lain yang melambangkan rasa syukur atas kehidupan yang diberikan.

Sosok yang menjadi penjaga utama tradisi ini adalah Mak Okon, yang dikenal sebagai dukun adat sekaligus budayawan Suku Akit. Selama puluhan tahun, Mak Okon memimpin jalannya Bele Kampung dengan ketulusan dan kesetiaan. Ia tidak hanya menjadi pelaku ritual, tetapi juga penghubung antara dunia manusia dan roh-roh leluhur.

“Selama Bele Kampung berlangsung, Mak hanya makan beretih, telur rebus, dan pisang,” tutur Mak Okon pelan, saat ditemui di rumahnya. “Itu pantangan dan juga bentuk penyucian diri sebelum memandu upacara. Kita harus bersih, lahir dan batin.”

Ancak, wadah sesaji yang terbuat dari bahan alam, berupa daun kelapa (kemudian dianyam menjadi hiasan disebut jelipan), bintit sagu (kulit luar anakan sagu), dan rautan nibung dijalin menjadi keranjang bersegi empat. Di dalamnya berisikan nasi lemak, beretih, ayam yang dibelah menjadi dua bagian, bagian yang mentah digunakan untuk laut, bagian yang masak digunakan untuk darat, hal ini terdapat simbol-simbol kehidupan, doa, dan harapan agar kampung tetap dijauhkan dari bala, penyakit, dan perselisihan.

Ritual dilaksanakan pada pukul 18.30 Wib, biasanya dimulai dengan doa di kediaman Mak Okon. Warga akan berkumpul, Mak Okon mengenakan pakaian kebesaran yang biasanya digunakan untuk ritual adat, membawa sesaji, dan menyalakan dupa sebagai tanda penghormatan kepada arwah nenek moyang. Setelah itu, Mak Okon memimpin pembacaan mantra dan doa. Setelah semua selesai, masyarakat akan membagi dua kelompok untuk mengantar ancak ke laut dan ke darat.

Di balik semua itu, tersimpan pesan mendalam tentang gotong royong dan kebersamaan. Persiapan Bele Kampung dilakukan secara kolektif, laki-laki membuat ancak, perempuan menyiapkan makanan dan sesaji, anak-anak meramaikan acara yang menghidupkan suasana.

Kini, di tengah perubahan zaman dan arus modernisasi, keberlanjutan tradisi seperti Bele Kampung menjadi tantangan tersendiri. Namun masyarakat Suku Akit memilih untuk tetap setia menjaga warisan ini. Bagi mereka, Bele Kampung adalah nafas leluhur, sesuatu yang tidak hanya dirayakan, tetapi juga dijaga dan diwariskan kepada generasi muda. [Ditulis oleh : Marzuki]

 

 

 

1

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *