BAHTERA ALAM – Kabupaten Kepulauan Meranti yang terletak di pesisir timur Provinsi Riau merupakan wilayah yang sangat kaya akan ekosistem pesisir, terutama hutan mangrove atau bakau. Mangrove menjadi sabuk hijau alami yang memainkan peran penting dalam menjaga garis pantai dari abrasi, menyediakan habitat satwa pesisir, serta menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. Namun, keberadaannya tidak luput dari berbagai tantangan dan ancaman. Meski begitu, kini upaya konservasi dan rehabilitasi semakin menggeliat, membangun harapan baru bagi keberlangsungan ekosistem mangrove di daerah ini.
Berdasarkan data dari tahun 2021, luas hutan mangrove di Kabupaten Kepulauan Meranti tercatat mencapai sekitar 30.118 hektare (rri.go.id). Sebarannya cukup merata di berbagai pulau dan pesisir, mulai dari Pulau Tebing Tinggi, Rangsang, Merbau, hingga Bokor. Dengan luas wilayah yang didominasi perairan dan pulau-pulau kecil, mangrove di Meranti berfungsi sebagai pagar alami yang sangat penting untuk menahan laju abrasi dan menjaga kestabilan garis pantai.

Fungsi hutan mangrove tidak hanya terbatas pada aspek ekologis. Sistem akar bakau dan api-api yang kompleks terbukti sangat efektif menahan gelombang dan memperkuat struktur tanah pesisir. Selain itu, hutan mangrove juga menjadi tempat berkembang biak bagi berbagai jenis ikan, kepiting, dan biota laut lainnya yang menjadi sumber ekonomi nelayan lokal.
Masyarakat lokal di Kepulauan Meranti juga telah mulai mengembangkan pemanfaatan non-kayu dari mangrove, seperti sirup dan minuman herbal dari bunga mangrove, kerupuk dan olahan makanan laut dari hasil hutan mangrove, pakan ternak dari daun mangrove yang sudah diolah, dan lain sebagainya.
Sejak tahun 1980-an hingga 1990-an, hutan mangrove di Kepulauan Meranti mengalami tekanan besar akibat penebangan liar yang masif untuk produksi arang. Akibatnya, kawasan pesisir mengalami kerusakan parah dan abrasi menjadi masalah serius. Di beberapa lokasi seperti Pulau Rangsang, laju abrasi tercatat mencapai 10 hingga 20 meter per tahun, menyebabkan sebagian daratan menghilang dan merusak pemukiman warga.
Seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya hutan mangrove, berbagai pihak mulai terlibat dalam kegiatan rehabilitasi. Pemerintah daerah, BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove), TNI/Polri, lembaga swadaya masyarakat, media, hingga masyarakat lokal bersatu untuk menanam dan memulihkan ekosistem mangrove.
Beberapa kegiatan rehabilitasi yang tercatat antara lain:
- Desa Mekong, Kecamatan Tebing Tinggi Barat:
- Tahun 2023: Penanaman 1.050 bibit mangrove oleh BBPOM Pekanbaru.
- Juli 2024: Penanaman 2.000 bibit mangrove oleh Pemkab Meranti dalam rangka Hari Mangrove Sedunia.
- Program “Mangrove for Coastal Resilience” oleh BRGM:
- Fokus di Desa Lukit dan Desa Bokor dengan melibatkan generasi muda sebagai penggerak konservasi mangrove.
Potensi dan Pengembangan Ekowisata Mangrove
Ekowisata Mangrove Desa Banglas, Tebing Tinggi. Dikenal dengan nama “Jembatan Pelangi”, kawasan ini menyediakan jalur trekking sepanjang 300–360 meter berupa jembatan kayu di tengah hutan mangrove. Tersedia pondok-pondok pandang dan papan informasi edukatif. Tiket masuk sangat terjangkau, hanya Rp 3.000 dan gratis untuk pelajar.
Selain itu adalah ekowisata Mangrove Desa Bokor, Rangsang Barat. Kawasan ini memiliki potensi luar biasa dengan luas sekitar 319 hektare yang ditumbuhi 13 spesies mangrove dari 10 famili. Sejak tahun 2017, telah dibangun jembatan penghubung, menara pandang, dan infrastruktur dasar wisata lainnya. Desa ini juga dikenal dengan potensi seni budaya dan menjadi bagian dari rencana pengembangan wisata terpadu.
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, ada beberapa tantangan masih mengemuka, yaitu perlunya peningkatan dana dan infrastruktur ekowisata dari pemerintah provinsi maupun pusat. Selain itu keterlibatan masyarakat lokal harus terus diperkuat agar konservasi mangrove tidak bergantung pada proyek jangka pendek. Dan penting juga ada perluasan program edukasi dan pelatihan untuk mendorong pemanfaatan mangrove secara lestari.

Hutan mangrove di Kabupaten Kepulauan Meranti adalah aset ekologis dan ekonomi yang tak tergantikan. kini Meranti mulai bangkit dengan semangat konservasi dan kolaborasi. Langkah-langkah rehabilitasi dan pengembangan ekowisata menunjukkan bahwa kelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan komitmen yang terus diperkuat dan sinergi yang semakin solid, masa depan mangrove Meranti dapat menjadi inspirasi bagi daerah pesisir lainnya di Indonesia. [mom/BA]
50 