Bahtera Alam, Pekanbaru – Pada era rezim Jokowi, peluang untuk mengangkat derajat Masyarakat Adat kini terbuka lebar. Berbagai aturan/regulasi, dan perundang-undangan diterbitkan guna mencapai keadilan hukum. Berbagai program pemerintah untuk melindungi Masyarakat Adat semakin luas, salah satunya adalah program Perhutanan Sosial dengan lima skema yang terkenal itu. Tugas Pemerintah Pusat untuk mengubah Masyarakat Hukum Adat yang memiliki status hukum serta kewenangan menjadi sangat penting.
Tetapi dibalik berbagai regulasi dan program pemerintah yang berpihak kepada Masyarakat Adat tersebut, tidak banyak informasi dan pengetahuan terdistribusi dengan baik khususnya pada generasi muda Riau terkait Masyarakat Hukum Adat dan regulasi-regulasi yang mendukungnya.
Perkumpulan Bahtera Alam sebagai lembaga yang memiliki perhatian khusus kepada hak-hak Masyarakat Hukum Adat khususnya di Riau, menyelenggarakan pertemuan bersama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning (UNILAK) bertema Dialog Perspektif Hukum dan Hak Masyarakat Hukum Adat di Riau pada Selasa, 14 Maret 2023.
Pada pertemuan ini Perkumpulan Bahtera Alam bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning (UNILAK), mengundang pembicara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru dan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Riau.
Kegiatan diselenggarakan di ruang pertemuan gedung LBH Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning (UNILAK). Dua komunitas Masyarakat Adat juga turut hadir dalam acara dialog tersebut yaitu komunitas adat Kenegerian Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar dan komunitas Adat Sakai Bathin Sebanga, Kesumbo Ampai, Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis.
Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, Irfansyah, S.Pi., S.H., M.H. yang mewakili Dekan, memberikan kata sambutan dan membuka acara seminar. Irfansyah menyampaikan bahwa kerjasama yang dilakukan antara Perkumpulan Bahtera Alam dengan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning mendapat dukungan dari pihak kampus atau universitas. Irfansyah berharap kerjasama ini memberikan manfaat bagi kampus dan para mahasiswa khususnya yang belajar di fakultas Hukum.
“Adik-adik mahasiswa bisa lebih tahu kiprah Bahtera Alam ini di mana saja, apa yang mereka lakukan, dan nanti silahkan bertanya, prestasi apa yang sudah diraih Bahtera Alam ini,” ujar Irfansyah.
Acara yang dihadiri sekitar 40 peserta, menghadirkan pembicara dari Perkumpulan Bahtera Alam, Harry Oktavian, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Andi Wijaya, SH. Selain itu perwakilan dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Riau, Ariston Hotman Turnip, S.H. (Penyuluh Hukum Hukum Ahli Muda) dan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, Robert Libra, S.H., M.H. (Ketua LBH Fakultas Hukum Unilak) juga ikut serta memberikan materi terkait.
Acara yang dimulai pada pukul 10.00 Wib hingga 12.00 Wib, menyediakan sesi dialog atau tanya jawab dengan mahasiswa sebagai peserta seminar. Beberapa pertanyaan dari mahasiswa selain dijawab oleh para narasumber juga mendapat respon dari perwakilan komunitas adat. Akhir dari acara kemudian ditutup dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Perkumpulan Bahtera Alam dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning.
Dialog ini Upaya Meningkatkan Pemahaman tentang MHA
Direktur Perkumpulan Bahtera Alam, Harry Oktavian, menyebutkan bahwa seminar bertema Dialog Perspektif Hukum dan Hak Masyarakat Hukum Adat di Riau diselenggarakan sebagai wujud dari upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang hak-hak masyarakat hukum adat serta pentingnya memperjuangkan hak-hak mereka di bidang hukum.
“Seminar ini dihadiri oleh mahasiswa fakultas hukum yang merupakan calon-calon pengacara dan pembela hak asasi manusia di masa depan. Oleh karena itu, seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang hak-hak masyarakat hukum adat serta peran penting hukum dalam memperjuangkan hak-hak mereka,” ujar Harry di akhir acara.
Masyarakat Hukum Adat menurutnya, merupakan bagian integral dari identitas dan keanekaragaman budaya Indonesia. Namun, seringkali hak-hak mereka terabaikan dan tidak diakui secara adil dalam sistem hukum modern. Melalui seminar ini, dibahas berbagai isu yang dihadapi oleh masyarakat hukum adat serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
“Terakhir, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan memfasilitasi terselenggaranya acara ini. Terima kasih juga kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Unilak yang penuh semangat dan antusiasme yang tinggi mengikuti seminar ini.” Demikian tutup Harry. [Mom/BA]
113