Menurut sejarah masyarakat Suku Asli di Riau tunduk dan takluk pada dua Kerajaan (Siak Sri Indrapura dan Kerajaan Indragiri) Masyarakat Suku Sakai, Akit dan Hutan bersultan pada Kerajaan Siak Sri Indrapura. Masyarakat Suku Asli seperti Talang Mamak dan Suku Laut/Duano beraja pada Kerajaan Indragiri/Melaka. Masyarakat Suku Asli yang bersultan dan beraja adalah Suku Akit/suku Laut yang tinggal di sekitar muara Sungai Kampar, menganut sistem kekerabatan campur (bilineal). Perbandingan struktur antara Lembaga Pemerintahan sebelum pembentukan Republik Indonesia dengan Lembaga Pemerintahan Republik Indonesia, khususnya pada Lembaga Lokal
Masyarakat Suku Akit. Secara struktural perbatinan termasuk pada Lembaga Lokal yang dipimpin oleh seorang Batin. Batin adalah penguasa tunggal pada Lembaga Pemerintahan Lokal. Batin dalam menjalankan administrasi pemerintahan bersifat otonom. Pembantu Batin dalam menjalankan tugasnya adalah Jakrah, Antan-antan dan Monti.
Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang amat luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, akan tetapi tentu saja dengan benar-benar memahami dan mampu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang berada di daerahnya tersebut. Selain itu juga masyarakat hukum adat tersebut juga tidak harus tinggal diam akan tetapi juga harus turut serta mendayagunakan hak sipil dan hak politiknya dengan cara menata dan mengorganisasikan diri mereka secara nyata dan melembaga. Dengan cara inilah maka masyarakat hukum adat suku Akit akan nampak dan akan lebih didengar keberadaannya oleh para pengambil keputusan.

Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) ditempati warga Suku Akit di Meranti jumlahnya masih ribuan unit. Diharapkan program RLH dari Kemensos RI terus berlanjut. (RB/jos) – www.riaubook.com
Adat istiadat suku Akit merupakan pola kelakuan, pola tindakan yang diatur oleh kaidah dan norma yang disepakati di dalam suatu masyarakat yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Di dalam implementasinya adat istiadat suatu masyarakat tidak selalu sama antara masyarakat adat yang ada di Riau. Masing-masing masyarakat mempunyai pola budaya (Pattern culture) yang berbeda. Perbedaan itu terlihat manakala di dalam pelaksanaan adat. Demikian pula pada masyarakat Adat suku Akit yang mempunyai adat istiadat berbeda dengan masyarakat lainnya. Suku Akit hidup dalam teritorial tertentu dengan sistem sosial budaya, institusi, kebiasaan, dan hukum adat tersendiri. Ketentuan adat yang berlaku merupakan pedoman hidup bagi yang tidak mengandung sanksi. Memang ada yang tidak mengandung sanksi, namun bagi yang melanggar akan dicemooh, bahkan ada yang dikeluarkan dari masyarakat. Adat dalam masyarakat suku Akit merupakan pencerminan kepribadian dan penjelmaan dari jiwa mereka secara turun temurun. Sedangkan yang mengandung sanksi adalah Hukum yang terdiri dari norma-norma kesopanan, kesusilaan, sampai kepada norma-norma keyakinan atau kepercayaan yang dihubungkan dengan alam gaib dan yakin kepada Tuhan Pencipta. Penerapan adat istiadat dan hukum adat Akit tetap dipelihara dan senantiasa dijaga kelestarian dan pelaksanaannya, sehingga tak urung lagi kita mendengar pepatah: “Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah”. Para pemimpin adat yang ada secara hirarki terdiri dari Batin, Bomoh, Jakrah dan Antan. Selain sebagai fungsionaris adat, mereka merupakan mediator antara pemerintah dengan masyarakat. Batin merupakan pelaksana pemerintahan adat dalam tiap-tiap desa.
Untuk melaksanakan adat, Batin dibantu oleh para pembantunya. Batin bertugas mengatur dan menyelesaikan berbagai masalah adat dalam masyarakat serta memimpin upacara adat. Jakrah bertugas membantu Batin dalam menjalankan sanksi atau denda adat, bagaikan semacam kepolisian dan kebijaksanaanya. Jakrah dan Atan merupakan jabatan yang terendah, yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dia menerima pengaduan dan menjalankan keputusan adat yang ditetapkan oleh Batin. Bomoh bertugas khusus mengambil bagian dalam melakukan pengobatan dan beberapa upacara yang berhubungan dengan alam supernatural. Ketika otonomi daerah dengan sistem pemerintahan desa ini terjadi dalam kondisi sekarang, terutama di kalangan masyarakat adat Akit ada hal menarik di mana sistem pemerintahan desa yang berlaku secara nasional bisa hidup dan ditaati di tengah-tengah masyarakat adat yang sangat kental dengan adat istiadatnya, di mana adat merupakan pencerminan kepribadian dan penjelmaan dari jiwa mereka secara turun temurun ternyata diambil alih oleh Kepala Desa dengan segenap aparat jajarannya di Desa Hutan Panjang Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Perubahan sosial muncul dari perubahan luar atau di dalam. Apabila terjadi perubahan pada struktur masyarakat maka otomatis fungsi-fungsi atau tugas individu dalam masyarakat ikut berubah. Koentjaraningrat menggambarkan kosmos individu yang terkait perilaku individu di peradaban tertentu (Cassirer 1987:63).
Dengan alasan hegemoni mayoritas, suku Akit dalam beberapa hal kebijakan pemerintah nasional telah membawa perubahan terhadap hubungan batin dan para pembantunya, undang undang tentang pemerintahan desa yang menyebabkan terjadinya benturan antara norma adat dan norma hukum nasional sehingga tersingkirnya norma adat yang akhirnya berpindah tangan selain itu juga membuat batin kehilangan legitimasinya untuk memimpin masyarakatnya.
Oleh karena itu, dapat disarankan perlu adanya perhatian dari pihak-pihak terkait, demi kondisi sosial yang ada pada etnik suku Akit dan sebagai ciri atau identitas mereka pada eksistensi komunitas suku Akit sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia.
Tulisan disadur dari :
PERUBAHAN PERAN BATIN DI SUKU AKIT
(Studi Kasus Akit Ditinjau dari Teori Hegemoni)
Oleh : SUROYO – Mahasiswa S3 Kajian Budaya Universitas Udayana
