Bahtera Alam, Bali – Organisasi internasional Forest Stewardship Council (FSC) atau Dewan Penatalayanan Hutan menyelenggarakan pertemuan di Nusa Dua, Bali pada 9-14 Oktober 2022 yang lalu. Pertemuan yang dikemas dalam forum General Assembly Forest Stewardship Council mengesahkan Mosi 37 melalui voting pada kamis, 13/10/2022.
Sebagai sebuah organisasi yang menetapkan standar pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, memberikan peluang pada produk kehutanan asal Indonesia untuk menjangkau pasar dunia yang lebih luas dan memberikan kesempatan bagi usaha kehutanan di Indonesia mendapatkan sertifikasi dari lembaga FSC yang disyaratkan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara [sumber : mediatataruang.com].
Bahtera Alam sebagai lembaga yang concern terhadap persoalan dan isu-isu kehutanan dan hak masyarakat adat, ikut serta dalam perhelatan FSC di Bali dan mengikuti proses pertemuan khususnya pada social chamber, yaitu ruang diskusi yang fokus membicarakan persoalan sosial pada sektor kehutanan.
Bahtera Alam diterima sebagai anggota FSC pada Agustus 2022 lalu setelah melalui tahapan proper test, dan menjadi satu-satunya anggota dari lembaga NGO yang ada di Sumatera.
“Alasan Bahtera Alam ikut berkontribusi dalam organisasi internasional ini karena FSC memiliki ruang diskusi khusus untuk persoalan penghormatan hak masyarakat adat agar bisa mendapatkan pengakuan dan hak mereka dari perusahaan-perusahaan kehutanan yang banyak beroperasi di Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif Bahtera Alam, Harry Oktavian.
Harry Oktavian menyebutkan bahwa ruang ini atau social chamber bisa menjadi wadah untuk mendorong menyelesaikan persoalan sengketa tenurial khususnya pada masyarakat adat atau lokal yang berkaitan dengan industri kehutanan dalam skema sertifikasi FSC.
“Jika pada persoalan industri perkebunan sawit kita kenal ada organisasi RSPO, maka pada sektor kehutanan ada organisasi yang memberikan penilaian dan mengeluarkan sertifikasi, itu yang disebut FSC,” ujar Harry.
Selain itu tambahnya, peluang masyarakat dalam pengelolaan hutan juga bisa mendapatkan sertifikasi FSC ini, seperti kelompok masyarakat di Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara) di mana sejak tahun 2005 telah mendapatkan sertifikasi FSC sebagai bukti pengelolaan hutan lestari yang diakui berlandaskan standar internasional. Selain itu, petani hutan di Jawa saat ini juga telah mendapatkan pengakuan pengelolaan hutan dari FSC ini.
Apa itu Forest Stewardship Council (FSC)?
Menurut laman fsc.org., Forest Stewardship Council (FSC) atau Dewan Penatalayanan Hutan adalah organisasi internasional yang menetapkan standar pengelolaan hutan di dunia yang bertanggung jawab. Sebagai sebuah program voluntary, FSC menggunakan kekuatan pasar untuk melindungi hutan demi generasi mendatang. Beberapa orang merasa bahwa cara terbaik untuk mencegah deforestasi adalah dengan berhenti menggunakan produk yang berasal dari hutan.
FSC mensertifikasi hutan untuk memastikan lingkungannya dikelola secara bertanggung jawab dan memenuhi standar lingkungan dan sosial tertinggi. Sebagai lembaga non-profit, sertifikasi yang dimiliki oleh FSC merupakan sertifikasi yang yang bersifat sukarela.
Hutan bersertifikat FSC harus dikelola dengan standar lingkungan, sosial dan ekonomi tertinggi. Pohon yang dipanen diganti dengan menanam kembali atau dibiarkan beregenerasi secara alami. Hutan harus dikelola dengan menghormati lingkungan, satwa liar, dan orang-orang yang tinggal dan bekerja di dalamnya. Inilah yang membuat sistem FSC unik dan memastikan bahwa hutan dikelola dengan baik, mulai dari perlindungan hak masyarakat adat hingga metode penebangan pohon. FSC adalah satu-satunya skema sertifikasi hutan yang didukung oleh WWF dan Woodland Trust.
FSC membantu sertifikasi produk melalui penilai independen dan lacak balak (CoC). Sebagai pemberi sertifikasi global, FSC selalu menguji cara baru untuk membuat sistem pelabelan lebih mudah diakses oleh semua orang, terutama bagi pengecer global yang memiliki tanggung jawab paling besar, dan memastikan mereka dapat mencapai konsistensi atau taat azas pada perlindungan lingkungan di seluruh rantai pasokan mereka.
Sejalan dengan ini, FSC melakukan lebih dari sekadar menciptakan dan mengimplementasikan kerangka kerja untuk keunggulan hutan, organisasi ini juga mengembangkan standar nasional baru di bagian dunia yang baru mengenal sistem FSC dan menemukan cara untuk melacak adopsi produk FSC, yang terbaru adalah dengan menguji penggunaan teknologi blockchain untuk melacak transaksi.
Mengapa Penting untuk Bersertifikat FSC?
Dulu, lima tahun yang lalu kemungkinan tidak banyak orang mendengar tentang FSC. Namun sekarang, orang atau konsumen semakin sadar akan pentingnya sertifikasi lingkungan dan meminta pertanggungjawaban perusahaan untuk membeli produk hanya dari pemasok bersertifikat.
Sebagian besar masyarakat yang sadar dan memahami akan pentingnya eksistensi hutan, akan memainkan peran mereka dalam menyediakan ruang luar yang berharga hingga menjadikannya sebagai rumah bagi banyak penduduk asli dan hewan. Dalam pengertian yang lebih konseptual, hutan menjadi rumah bagi kita semua—hutan menjadi pertahanan terbaik melawan perubahan iklim. Dengan demikian, rata-rata pembeli produk yang berasal dari hutan secara lahiriah menentang deforestasi dan bersemangat melindungi spesies langka, dan langsung tertarik untuk menggunakan label FSC.
Pelaksanaan sertifikasi FSC ini mengacu pada 10 prinsip yang dibagi ke dalam beberapa tolok ukur guna memudahkan penilaian. Yang menarik adalah pada poin tiga (3) tentang Masyarakat Adat, disebutkan hak hukum dan adat masyarakat adat untuk memiliki, menggunakan dan mengelola tanah, wilayah, dan sumber daya mereka harus diakui dan dihormati.
Sertifikasi FSC memastikan bahwa produk berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab akan memberikan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi. [mom/BA]
